AKSI KEKERASAN MASSA : Cerminan Kegagalan Otoritas Negara

Herman Guritno*

Merdeka Indonesia!

Saudara-saudara sebangsa setanah air,

Zaman yang kita lalui ini adalah zamannya berganti bulu, zamannya perubahan atau transisi. Telah 63 tahun lamanya Negara kita berdiri dengan megahnya, terangnya Negara kita di angkasa bagaikan terangnya sebutir mutiara di lautan luas yang berkilauan dengan indahnya. Banyak sudah peristiwa-peristiwa yang kita lampaui bersama selama 63 tahun itu, baik pahit maupun manis semuanya sudah kita terjuni dan Alhamdulillah saya bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Negara kita masih tegap berdiri dengan kokohnya serasa tak ada sedkit pun rasa gentar di raut wajahnya Bangunan Indonesia itu. Tentu serasa mimpi kita dan terheran-heran dibuatnya, apa gerangan Bangunan Indonesia itu masih tegap berkibar sampai saat ini?

Persatuan nasional, ya, persatuan itulah yang membuat kita tak akan gentar meskipun terjangan ombak dan angin rintangan terus menghujani bangunan yang kita cintai itu. Hal itu berangkat dari kesadaran yang tinggi, bahwa kita adalah satu bangsa, kita sadar pada apa yang pernah dikatakan oleh seorang pujangga yaitu Ernest Renan yakni, Bangsa itu adalah satu jiwa. Menurutnya pula bahwa satu bangsa dapat tercipta karena adanya keinsyafan tentang persamaan nasib atas satu riwayat tertentu dan adanya kebulatan kemauan yang sama untuk bersatu. Segala keberagaman dari agama, adat, suku, bahasa dan sebagainya dapat digandengkan dengan rapatnya satu sama lain yang masing-masing berpijak di atasnya pada suatu permadani indah yakni Pancasila. Tahukah saudara apa yang menjadi musuh dari Persatuan Nasional itu? Perpecahan jawabnya, maka jauhkan dan bencilah ia sejauh-jauhnya, karena Perpecahan Bangsa atau desintegrasi itu pun benar-benar mengotori, mengoyak dan meracuni Pancasila. Tapi lihatlah Bangsa Indonesia yang kita cintai itu! Berbagai kasus desintegrasi bangsa muncul, antar sesama rakyat Indonesia berselisih dan sekarang marak kondisi bangsa kita dengan aksi kekerasan massa.

Tidaklah pantas sesama orang Indonesia terpecah belah satu sama lain. Sangatlah prihatin kita tentunya satu sama lain saling memusuhi dan menyakiti. Bukankah kita sangat mencintai perikemanusiaan sama halnya dengan Mahatma Gandhi yang mengatakan bahwa nasionalismeku adalah Perikemanusiaan. Meskipun ia seorang nasionalis, yang salah satu bagian dari suatu asas yang ada di dunia, tetapi ia tetap mengedepankan perikemanusiaan itu.

Di samudranya Indonesia saat ini sedang dipenuhi mendung tebal dari maraknya tindak kekerasan massa atau yang biasa diterjemahkan oleh media sebagai tindakan anarkis. Tindakan kekerasan itu sangat berhubungan sekali dengan Persatuan Nasional itu, jikalau itu tidak segera ditanggulangi, maka tentulah ia semakin melicinkan jalannya ke arah perpecahan bangsa. Seolah-olah tindakan kekerasan massa itu menjadi suatu hal yang menjadi kebudayaan masyarakat kita. Contoh kasus yang beredar misalnya adalah kasus pembakaran mapolsek parsiapan, Labuapi, Lobar, NTB karena perilaku polisi yang menembak mati seorang pencuri motor. Kasus kekerasan golongan tertentu yang mengatasnamakan agama tertentu yang merusak fasilitas tertentu milik orang lain dan terhadap orang yang berbeda keyakinan. Sampai pada kasus penyerbuan aparat keamanan terhadap mahasiswa di Kendari karena menolak penggusuran PKL di daerah kampus dan masih banyak contoh kekerasan lainnya di negeri ini.

Sebelum masuk ke pembahasan tindak kekerasan itu, marilah kita terlebih dahulu mengupas mengapa kasus kekerasan atau pengrusakan selama ini diterjemahkan sebagai tindakan anarkisme. Padahal antara tindakan kekerasan tidak sama pengertiannya dengan anarkisme itu. Saya kira ini bisa dikatakan sebagai penyalahtafsiran arti anarkisme itu yang berarti bertolakbelakang dengan fungsi media sesungguhnya dalam mencerdaskan bangsa. Makna yang sesungguhnya dari anarkisme adalah suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk Negara pemerintahan dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang dianggap menyuburkan penindasan terhadap kehidupan. Sehingga menurut paham anarkisme itu Negara, pemerintahan dan perangkatnya harus dihilangkan atau dihancurkan. Anarkis adalah orang yang menganut anarkisme itu. Tokoh-tokoh penganut anarkisme itu antara lain Pierre-Joseph Prodhoun (1809-1865), Michael Bakunin(1814-1876) dan Peter Kropotkin(1842-1921).

Penyalahtafsiran kekerasan massa dengan menggunakan kata anarkis massa saya kira berangkat dari sejarah pengikut anarkisme yang sebagian menggunakan jalur perjuangannya dengan jalan kekerasan. Hal itu dapat dilihat dari slogannya kaum anarkis spanyol pengikutnya Durruti, yakni : “Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan”. Lebih tepatlah kiranya Anarkisme itu diartikan sebagai paham kebebasan dibandingkan dengan tindak kekerasan dan pengrusakan.

Kembali ke sorotan utama dari tulisan ini, tindak kekerasan dan pengrusakan massa sebenarnya lahir dari tidak adilnya pemerintah melalui aparat hukumnya. Mereka cenderung tebang pilih dalam menegakkan keadilan.  Begitupun aparat birokrasinya yang cenderung korupsi dan tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Banyak pejabat-pejabat negeri ini yang menggunakan lembaga keadilan sebagai panggung politik, mereka beranggapan hanya dengan segenggam uang dan selembar cek tunai, hukum dapat diperjualbelikan. Seperti contoh kasus di atas, maling motor dengan teganya ditembak mati, sedangkan pihak birokrat yang mencuri uang Negara bermilyar jumlahnya terkadang hanya di penjara beberapa tahun, bahkan ada yang tidak diusut. Di mana keadilan? Mestinya pencuri motor itu harus mendapat hukuman yang semestinya, tak pelak lagi massa pun marah dan membakar Mapolsek di NTB. Saya kira siapapun manusia yang dicongkel matanya, maka akan melawan. Bisa kita lihat pula di kehidupan sehari-hari, sebagian aparat penegak hukum tampaknya lebih senang menangkap pelanggar lalu lintas dibandingkan menangkap para penjahat.. Yang perlu kita tekankan saat ini adalah, berlakukanlah hukum itu dengan semestinya sesuai dengan landasan hukum yang ada. Belum lagi sikap pemerintah yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, pemerintah lebih condong memberi makan pihak-pihak kapitalis dibandingkan dengan rakyat yang dipimpinnya sendiri. Kebijakan pemerintah banyak yang menguntungkan kaum kapitalis dan mengabaikan penderitaan rakyat. Seperti yang terjadi di Kendari, penolakan kaum mahasiswa terhadap penggusuran PKL, dibalas dengan penyerbuan polisi, dan mahasiswa pun melawan, maka terjadilan pengrusakan-pengrusakan.. Apakah para penegak hukum itu tidak tahu bahwa fungsi Kampus adalah sebagai pengontrol terhadap apa-apa yang dianggap secara moral salah. Lembaga-lembaga Negara lainnya pun sama keblingernya, sebagian diantara mereka seolah-olah hanya mengejar kekayaan. Belum apa-apa sudah minta dana ini, dana itu alih-alih untuk meningkatkan kinerja mereka. Sidang-sidang lembaga tersebut seolah hanya dijadikan sebagai ajang lomba debat yang mengejar penonjolan diri, tujuannya tentu ke arah eksistensi dan ego, bukan karena keresahan nurani terhadap nasib bangsa.

Ketidakadilan dan ketidakseriusannya Pemerintah beserta perangkat dan lembaga Negara lainnya yang menjadi pemicu merebaknya tindak kekerasan massa di samudranya Indonesia itu. Rakyat dan mahasiswa sudah merasa frustasi  melihat perilaku orang-orang di Pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya yang tidak bermoral dan tidak peka. Kebanyakan aksi kekerasan massa itu timbul karena acuhnya Pemerintah itu terhadap koreksi yang dilakukan Mahasiswa dan rakyat.

Dapatlah kita tarik dari kesemuanya itu bahwa tindakan kekerasan massa yang selama ini meroket merupakan gambarannya kegagalan para otoritas negara saat ini dalam mengurusi negara kita tercinta. Mulailah saatnya kita melanjutkan Revolusi menuju Sosialisme Indonesia menggantikan sistem Kapitalisme yang masih subur di Negara kita.. Sampai kapanpun jikalau praktek kapitalisme masih berdiri di Indonesia, maka kesejahteraan masyarakat timpang. Karena kapitalisme itu pula aparat penegak hukum mau menerima imbalan untuk bersikap tidak adil. Dorong terus pemerintah untuk berpihak pada rakyat dan konsistensi melanjutkan cita-cita Sosialisme Indonesia itu. Mari bersatu semua Mahasiswa Indonesia bersama rakyat maju ke tengah medan menuntut pemerintah memperbaiki itu semua dan adakan penyadaran massa tentang sosialisme indonesia. Tonjolkanlah radikalisme massa, bukan Kekerasan dan pengrusakan. Kekerasan yang dilakukan yang berdasarkan perbedaan golongan misalnya atas nama agama, tidak bisa dibenarkan, karena Negara kita adalah menjunjung tinggi keberagaman dan perikemanusiaan. Mari dorong Pemerintah memberikan pencerahan atau teladan yang baik bagi masyarakat banyak. Kobarkan Pancasila, padamkan usaha-usaha yang dapat memecah belah bangsa. Ada kalanya tindak kekerasan itu disusupi kepentingan tertentu untuk memecah belah bangsa, maka hadanglah ia dengan semangat yang menggemparkan.

Sekian saudara-saudara,

Merdeka Indonesia!

* Penulis adalah salah satu pengurus Departemen Pengembangan Organisasi (DPO) DPC GMNI Yogyakarta

4 Tanggapan to “AKSI KEKERASAN MASSA : Cerminan Kegagalan Otoritas Negara”

  1. Kekerasan sepertinya udh jadi budaya kita..
    Bukannya kita ini bangsa yang terkenal ramah, tapi kok justru kita seakan semakin identik menjadi bangsa yang yang tidak beradab. Teman-teman mahasiswa harus terus mengawal bangsa ini jangan sampai terpecah belah ya…
    Benar juga, terkadang kekerasan massa disusupi kepentingan tuh. Waspada! jangan-jangan ada desain untuk membuat bangsa Indonesia terpecah.
    Maju terus ya Mahasiswa, jangan menyerah lhoo.

    Merdeka juga deh……………………………..!

    yuke maniez

  2. Prima_Dirgantara Says:

    Sejak Reformasi di Indonesia digulirkan, semenjak itu pula seluruh rakyat bersorak ramai menanti datangnya sebuah perubahan bagi Negara kita. Tetapi, setelah sepuluh tahun semenjak reformasi itu lahir, belum juga ada perubahan yang menonjol bagi bangsa ini, justru Kapitalisme makin merajalela dan menghegemoni di seluruh aspek kehidupan.
    Dari artikel di atas, tentang maraknya kekerasan massa, memang kita menjadi khawatir, jangan-jangan kekerasan itu karena ada kepentingan yang ingin dimasukkan.
    Mudah-mudahan kita semakin peka membaca situasi negeri ini.

    salam…..

    Wass

  3. kekerasan dan anarki merupakan budaya asli bangsa, justru keramah tamahan-lah yang sebenarnya ilusi tanpa dasar. Jangan lupakan pembantaian anggota partai komunis Indonesia baik wanita, anak-anak maupun pria yang dibantai RAKYAT Indonesia. Ingat !!!, siapakah yang telah membunuh presiden proklamatornya sendiri : rakyat Indonesia. Masih relevankah legenda keramah tamahan bangsa kita ?

  4. vina mardhika Says:

    Salam..

    Wah, beNeR JuGa tUh, KekeraSaN MaSSa jiKaLau sEgERa tIdAk DitAngGulaNgi BiSa mEnaMbaH konFlIk di InDoNesIa. HayO pAra PeMuDa, KiTa BanGun negara KiTa INi.
    jAnGan teRpRovoKasi pIhaK-piHaK yang mEmAng iNgiN MeLihAt KiTa teRpEcah BeLaH.

    vInA maNieZ

Tinggalkan Balasan ke vodka Batalkan balasan